Kajian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pelayanan umum yang lebih responsif yang didasarkan pada hukum yang responsif. Pelayanan umum yang responsif dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah di berbagai tingkatan, yang akan diimplementasikan berdasarkan hukum yang responsif yaitu hukum yang digunakan sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi masyarakat. Demikian pula diperlukan asas-asas pemerintahan yang baik yang dapat menjadi kode etik pemerintahan, karena didalamnya berisi pedoman tingkah laku bagi negara dan aparatnya dalam rangka melayani masyarakatnya. Terwujudkan pelayanan umum yang responsif memerlukan prasyarat adanya birokrasi yang reinvented, dengan kebijakannya yang dilakukan dan yang akan diimplementasikan berdasarkan hukum responsif.
Dalam perspektif hukum perjanjian Internasional, MoU RI-GAM merupakan suatu "gentlement's agreement" dan bukan merupakan suatu perjanjian Internasional karena GAM memang bukan berstatus sebagai subyek hukum Internasional. Sebagai suatu "gentlement's agreement" implementasi MoU tersebut sangat tergantung pada etikad baik kedua belah pihak sebagai suatu kewajiban politis atau moral untuk mewujudkan harapan mengenai apa yang akan diciptakan oleh kesepahaman tersebut. Langkah selanjutnya ke depan, khususnya di bidang hukum adalah perlu dilakukan pengkajian secara lebih mendalam, karena adanya beberapa ketentuan hukum nasional yang perlu untuk direvisi atau diamandemen dalam rangka implementasi MoU, diantaranya adalah tentang penyelenggaraan pemerintahan di Aceh, Partai Politik, dan Pemerintahan Daerah.