Pembuktian Gratifikasi Seksual dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Abstraksi

Pembuktian dalam proses pemberantasan tindak pidana korupsi bukanlah hal yang mudah mengingat korupsi merupakan kejahatan yang serius, seiring perkembangan zaman menimbulkan banyaknya tindak pidana korupsi dengan strategi baru khususnya gratifikasi yaitu gratifikasi dengan berupa layanan seksual, terkait pembuktian gratifikasi yang berupa layanan seksual masih sangat sulit untuk dibuktikannya didalam persidangan mengingat di Negara Indonesia permasalahan yang ada kaitannya dengan seksual sangat tabu untuk dibahas dimuka umum. Yang juga menjadi problematika selanjutnya adalah didalam udang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya di penjelasan pasal 12B ayat (1) tidak disebutkan secara terang-terangan bahwa layanan seksual masuk kedalam kategori tindak pidana gratifikasi. Bagaimana pembuktian terkait gratifikasi yang berupa layanan seksual menurut hukum acara pidana di Indonesia? Bagaimana perluasan makna gratifikasi penjelasan Pasal 12 B Ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?. Jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan serta pendekatan kasus yang ada dilapangan. Hasil penelitian diperoleh pembuktian terkait gratifikasi yang berupa layanan seksual merujuk pada KUHP dan Undang-undang Tindak Pidana korupsi. Sedangkan perluasan makna gratifikasi bersifat kondisional maka gratifikasi seksual dapat masuk kedalamn pasal 12B ayat (1) sepanjang unsur-unsur tindak pidana tersebut bisa dibuktikan.

Kata kunci

Dilihat 0 kali
Diunduh 0 kali

Jurnal Hukum Pidana & Kriminologi (JHPK)

Issue No.2 vol.3, November 2022
  • Diterbitkan oleh mahupiki.org
cover jurnal Jurnal Hukum Pidana & Kriminologi (JHPK)
p-ISSN 2746-7651
e-ISSN 2746-7643